Pertemuan Horror
Oleh : Aris Rizka Fauzi
Malam itu dia hendak
menonton film horror yang baru ia beli bersama saudaranya di toko DVD tadi
siang. Dia dan saudaranya menonton film itu di ruangan dekat kamarnya. Mereka
sengaja mematikan lampu agar terkesan lebih menegangkan. Sekitar pukul 21.00
mereka memulai bioskop misteri mereka yang saat itu adalah malam Rabu kliwon,
bukan Jum’at kliwon.
Tak terasa mereka sudah
menonton film itu sampai tengah malam. Karena lampu mereka matikan, sudah tentu
mereka tidak bisa melihat pada jam dinding pukul berapa saat itu.
Dia tidur di kamar depan,
terpisah dengan saudaranya. Di tidurnya itu, ia bermimpi buruk. Ia seperti
dikejar sesuatu dan jatuh dari tempat yang tinggi, dan tiba-tiba ada seseorang
yang muncul di depannya setelah ia terjatuh. Mungkin itu terjadi karena ia
telah menonton film horror sebelumnya.
***
Matahari
pagi perlahan menampakkan wajahnya. Dengan terburu – buru ia memasukkan buku –
bukunya ke dalam tas dan mengambil dua pasang pakaian, sepasang pakaian putih
biru yang ia masukkan juga ke tas dan sepasang pakaian olah raga berwarna putih
biru yang ia akan langsung pakai saat itu.
Setelah
pelajaran olah raga selesai, ia bersama dengan temannya yang lain langsung
berganti pakaian di kelas. Hari itu adalah hari Rabu, seragam hari itu
seharusnya adalah pakaian putih-putih. Betapa kagetnya ia, ternyata ia salah
mengambil pakaian. Mungkin karena tadi pagi ia mengambilnya bersamaan dengan
pakaian olah raga yang warnanya sama. Hari itu pun ia merasa malu karena ia
‘salah kostum’, terlebih lagi karena warnanya yang sangat mencolok di tengah
lautan warna putih di jam istirahat itu. Sudah tentu ia ditertawakan oleh siapa
saja yang melihatnya, tetapi ada seseorang yang tersenyum ramah kepadanya saat
ia berusaha melakukan sesuatu yang untuk menutupi kecerobohannya itu.
Seseorang
itu terus memperhatikannya, bahkan saat ia berwudhu di tempat wudhu untuk
melakukan sholat berjama’ah di masjid sekolah. Ia menanyakan seseorang itu
kepada Anton seusai sholat berjama’ah.
“Hey,
kamu tau gak anak perempuan yang dari tadi liatin aku terus? Dia itu siapa,
sih?”, tanya ia sambil keluar menuruni tangga dari mushola.
“Oh,
yang liatin kamu dari balik jendela kelas yang ada di samping tempat wudhu
itu?”, ia menunjuk ke kelas yang dimaksud.
“Namanya
Citra, kayaknya ia suka sama kamu, deh! Haha..”, lanjut Anton.
“Eh,
jangan ditunjuk, dong! Nanti ketauan orangnya!”
***
Akhirnya,
ia bisa terbebas dari rasa malu selama seharian itu setelah bunyi yang dianggap
merdu oleh kebanyakan anak sekolah tentunya, yaitu bunyi bel pulang.
“Teeetttt…”, bunyi itu bagaikan harmoni di telinga mereka yang menggiring
mereka untuk memasukkan semua lembaran-lembaran kertas yang tersusun rapi yang
disebut dengan buku. Setelah mereka berdo’a, berhamburanlah mereka bagaikan
sekoloni semut yang keluar dari sarang kecilnya.
***
Dia
masih mengingat kejadian hari kemarin. Selain tragedi ‘salah kostum’,
pertemuannya dengan seseorang yang bernama Citra itu mewarnai harinya kemarin
di sekolah.
Kali
ini ia mencoba untuk lebih berhati-hati lagi dan tidak melakukan kecerobohan
seperti kemarin. Semua buku tidak ada yang tertinggal, ‘kostum’ sudah benar, ia
pun segera berangkat karena masih penasaran tentang Citra yang dilihatnya
kemarin di tempat wudhu.
Dia
bertanya banyak kepada Anton yang tahu banyak soal anak perempuan di sekolahnya
itu. Anton tergolong cukup ‘up to date’ tentang gosip yang beredar di sekolah.
Maklum saja, ia merupakan anggota jurnalis di sekolah.
“Menurut
informasi yang kudapat, si Citra itu ternyata suka sama kamu. Karena ia adik
kelas kita, ia tidak berani untuk mendekatimu secara terang-terangan”, ucap
Anton dengan mantap sambil berlaga seperti seorang detektif kepadanya.
“Hah?
Nggak mungkin, ah!”, ia tidak percaya dengan ucapan Anton.
***
Bel istirahat pertama pun
berbunyi. Sebuah melodi indah selain bel pulang sekolah yang akan terdengar di
akhir nanti.
Karena ia lupa sarapan
tadi pagi, ia bergegas menuruni tangga untuk pergi ke kantin sekolah membeli
makanan. Sebuah keceroboban lain yang ia kembali lakukan seperti kemarin.
Dia menuruni tangga
langsung dua – dua karena di perutnya seperti ada yang menjerit ketakutan
karena menonton film horror yang lebih seram daripada yang ia pernah tonton
dulu bersama saudaranya. Bukan hanya karena rasa lapar, tetapi juga karena ia
menjadi salah tingkah setelah ia mendengar perkataan Anton tadi pagi.
“Bruggg…!”, ia terpeleset
ke bawah dari atas tangga karena lantainya baru saja dipel.
Betapa terkejutnya ia,
selain karena wajahnya mendarat di pot bunga, di hadapannya ternyata sudah ada
Citra.
“Kakak nggak pa-pa?”,
tanyanya khawatir.
“E..eh, nggak pa-pa,
kok!”, jawab ia gugup dan langsung salah tingkah.
“Boleh aku bantu, kak?”,
sambil tersenyum.
Setelah itu, ia langsung
berlari ke arah kantin karena lagi-lagi Citra ada di hadapannya ketika ia
melakukan kecerobohan. Dia merasa malu sekali akan hal yang barusan terjadi. Dia
pergi meninggalkan Citra yang kembali menunjukkan senyumnya ketika ia melihatnya
dari kejauhan.
Akhirnya
ia tersadar bahwa mimpi buruknya tempo lalu adalah pertanda baginya akan
mengalami kejadian ini. Mimpi tersebut ternyata berarti bahwa ia akan berlari
dikejar rasa lapar dan jatuh dari tempat yang tinggi, yaitu tangga. Dan
perempuan yang tiba-tiba muncul dihadapannya sambil tersenyum itu adalah Citra,
adik kelasnya yang ternyata menyuakainya. Sebuah pertemuan yang bisa disebut
‘pertemuan horror’, karena pertemuan itu cukup menakutkan baginya. Maksudnya,
ia takut hal itu akan terulang kembali, kejadian memalukan yang membuatnya bisa
menjadi salah tingkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar