Catatanku

Kamis, 23 April 2015

Puisi Esai: Sepucuk Surat

Di bawah ini ada sebuah puisi yang dibuat oleh teman saya yang sebelumnya telah dikirim ke salah satu website yang sedang menyelenggarakan lomba puisi. Tetapi, ia lupa mencantumkan namanya sendiri –nama pengarang– sebelum puisi itu dikirimkan. Sayang banget! :D hahaha...
Namanya Sofwa Ni Aishi Fijria Sya’ban, fans berat segala hal tentang Korea (K-Pop, K-Drama, K-Blablabla...). Oh ya, katanya ini puisi esai, beda sama puisi biasa.

Sepucuk Surat

Oleh : Sofwa Ni Aishi Fijria Sya’ban
/1/
Air matanya mulai tumpah
Bersimpuh memeluk kedua lutut, menopang tubuhnya yang bergetar
Wanita itu, Intan namanya
Seorang gadis yang tinggal di pelosok desa di Jawa Timur

Jeritan perih menyeruak sampai sudut ruangan
Dilihatnya, dipeluknya selembar kertas itu
Mengapa? Mengapa hal busuk ini terjadi?
Mahkota ini, raga ini, telah ku persiapkan untuknya nanti
Aku mencintainya. Ilyas, ya, aku hanya mencintainya
Bukan lelaki bejat itu!


Terlintas ingatan saat masa remaja dulu
Balutan kain panjang melilit kepalanya sampai menutup dada
Tutur kata yang tetap setia terjaga
Kaum adam memuji cantik parasnya
Ah, prinsipnya kuat, belum ada yang mampu mendapatkannya

Pacaran, tertancap kokoh kata tidak dibenaknya1
Ya, seorang ayah peran dibaliknya
Ayah sang ulama yang taat syari’at
/2/
Minggu itu, Intan tersenyum malu
Malu tapi pasti, ia melantunkan suara lembutnya
Ya abi, In shaa Allah Intan mau menjadi istri nya mas Ilyas

Ilyas, begitu katanya
Pemuda berdarah religius, anak alm. ustad kampung sebelah
Sempat mereka satu kelas saat SMA
Dulu mereka dijodohkan
Kedua orang tua Ilyas telah meninggal setahun yang lalu

Dua merpati mulai bertemu
Lamaran pun sukses tanpa satu ikatan sebelumnya
Ditentukannya hari untuk akad nanti
Syukur haru terlontar bercampur satu

/3/
Siluet tampak di bawah remang-remang lampu redup
Ibu, tubuhnya melemah
Jatuh, lututnya tak kuat lagi bertahan

Ah, lagi. Suara itu menusuk telinga
Ambulans menuntun kerapuhan ibu
Intan, dengan tegar disamping ibu yang tergeletak di atas dipan

Dicarinya nama ayah di kontak itu
Tak kunjung ia temui
Terlalu takut, gelisah, itu yang terasa
Abi, umi pingsan lagi.

Terkejut, marah, intan tak percaya
Terungkap sudah  kini bukan rahasia
Leukimia2 , dokter itu segera berlalu
Lidahnya kaku, air mata tak terbendung lagi
Bersandar di sudut pintu ICU, takbir memecah seisi ruangan

/4/
Masih, ibu masih setia disana
Menjalani kemoterapi3-nya
Berjuta harapan tertampung penuh atas kesembuhannya
Tidak! Tidak lagi! Dompetnya kian menipis
Tersisa koin-koin silver melati dan garuda
Miris, keraguan menuntut

Masih ingat waktu itu, seorang wanita bermata empat datang begitu saja
Pucuk dicinta ulam pun tiba
Lowongan pekerjaan, upah lumayan, katanya
Kota keras, akan jadi makanan sehari-harinya
Biarkan! Hanya kesembuhan ibu dibenaknya

Jalan menuju akad tinggal menghitung hari
Sempat Intan mengirim pesan via ponselnya
Aku tahu ini tak mudah
Aku tahu ini sebentar lagi
Ya,1 minggu lagi kita akan bersama
Tapi aku harus pergi
Entah bulan berganti sekali atau puluhan kali itu tak pasti
Kalau mas tak kuasa menungguku
Mas boleh mencari gadis yang lebih baik dariku
Apapun kebahagiaanmu, aku ikut senang
Maafkan aku mas

/5/
Penyesalan masih tertulis
Gelisah memburu, nafasnya tak beraturan
Wanita bermata empat itu? Kamar ini? Siapa kau?

Intan terjebak, Intan tertipu
Lelaki itu siap menerkam kapan saja
Meronta mencakar pintu menuntut kebebasan
Tolong…….
Tolong……..
Tamparan menghantam pipinya
Memangnya mereka akan menolongmu? Bodoh kau perempuan jalang!
Kata-kata itu meneror setiap malam

Diikat kedua tangannya
Dirobeknya semua pakaian
Berontak mencoba melawan
Tamparan....
Siksaan….
Hinaan….
Menjadi tema malam itu

Tragis, Intan sudah tak perawan lagi
Basah, selimutnya basah oleh air mata
Namun Intan masih bersembunyi di dalamnya tanpa sehelai benang

Wanita bermata empat itu, Martina
Mucikari4 di pemukiman prostitusi ternama di Surabaya, Gang Dolly5 namanya
Kotor! Aku kotor! Tuhan, adilkah Engkau memberi cobaan pahit seperti ini?

/ 6 /
Amukan Intan meledak mendobrak pintu kamar mucikari itu
Dasar kau pembohong!
Allah tidak akan memaafkanmu! Bebaskan aku!
Singa mengaum tepat di depan wajah Martina
Kepalan tangan Intan mendarat
Menjambak kasar,
Apa yang ia rasakan tadi telah terbalaskan

Intan hanyalah Intan
Wanita lemah yang terjebak di dunia laknat
Digusurnya kembali ke kamar
Dikurungnya Intan seperti anjing liar yang habis memangsa
Sayang, kau ingin pulang ya?
Dan kau pikir aku akan membebaskanmu?
Mana mungkin bodoh!
Hahahahaha..
Hahaha…
Pedas, lidahnya membakar

Hanya bisa menangis
Melawan tatapan bengis
Hatinya terkoyak penuh luka
Dilihatnya lagi selembar kertas itu
Dua bait puisi yang selalu mengingatkannya kepada Ilyas
Dua bait puisi yang diterimanya di hari lamaran yang terhias
Dua bait puisi yang memanggilnya untuk kembali

Penyakit ibu yang kian memburuk
Ayahnya menyimpan harapan pada Intan
Mengirimkan uang sebanyak mungkin untuk pengobatan
Tak banyak yang bisa ia lakukan
Urung niatnya untuk pulang

/7/
Setahun sudah hidup diantara setan-setan Dolly
Intan, penampilan wanita solehah tak lagi tergambar
Rokok, ganja,  yang paling mengerti hidupnya
Menjajakan tubuhnya bukan lagi perkara
Kanan kiri depan belakang
Berebut mendapat pasangan
Musim kawin tiap waktu bisa dibilang
Seratus dua ratus mengalir dari dompet sang hidung belang

Tak terdengar sirine, tak terlihat lampu-lampu kuning
Semua terpaku membeku
Puluhan mata menyambar ke arah barat daya
Melihat segerombolan orang yang mulai mendekat

Bakar..!!
Hancurkan..!!
Bantai kemaksiatan.!!
Allaahu Akbar..!!!
Massa tak tertahan
Kerikil berlarian meluncur laksana puluhan peluru
Menyerang kumpulan anjing pembuat dosa
Takbir tak henti menyambar

/8/
Tak banyak tersorot media
Yang lain sibuk memuja dua kubu
Yang satu koalisi merah putih
Satunya lagi Indonesia bisa
Berbondong-bondong berebut jabatan

Sembunyi, Intan butuh perlindungan
Ingin pergi namun tak kuasa
Tempat ini telah memberinya banyak uang
Ibu pun bisa berobat karenanya

Sama-sama metropolitan
Sama-sama kota besar
Namun berbeda kisah dan perhatian
Ah, masih saja, dua calon jadi buah bibir
Kemana SBY? Dimana SBY? Lihat kami rakyat kecil disini

Surabaya, terbilang jauh dari ibukota
Mencari perhatian kepada orang-orang tuli berdasi
Hanya menguras waktu dan emosi

Rentetan massa menghujam Dolly
Gusur sekarang!!
Bubarkan sekarang!!!
Pengeras suara itu menerjang daun telinga
Dolly resah mengemis, kukuh keras akan keutuhan buminya

/9/
Mereka tak salah
Kami yang salah
Ah, tidak, kami hanya ingin tinggal
Tak bisa berbuat dengan ijazah putih biru
Hanya tubuh ini yang bisa menciptakan ratusan ribu

SDM memang buruk kemiskinan tak berujung
Indonesia butuh kualitas bukan kuantitas
Indonesia kaya alam tak berarti harus tergantung padanya
Pendidikan hanya mengikuti tren negara maju
Tak mempertimbangkan  kultur dan budaya
Apalah NKRI kalau kesejahteraan masih di angan
Hanya berujung menjual diri

Pemerintah mulai mendengar seruan massa
Petugas berseragam hijau mulai bergerak
Mendobrak setiap pintu kamar
Menangkap bagai menjaring ikan-ikan di laut

/10/
Tak tahu kapan ini dimulai
Intan lari menjauhi Dolly dengan genggaman erat di tangan kanannya
Masih transparan Intan menebak sambil terus menggusur kedua kakinya
Siapa kau?
Mau apa kau?
Wajah penuh tanda tanya mengharap jawab
Melepas paksa tangan yang mengekang

Pria itu berbalik seperti kejutan hari ulang tahun
Intan tak berkedip bahkan nafas pun sempat terhenti
Harus sedih atau senang Intan tak tahu
Mulut menganga, mirip idiot mungkin

Dua tangan kekar menopang bahu Intan yang lemah
Mata tajam itu memasung kedua bola matanya yang penuh luka
Ya, Ilyas ternyata, langit mempertemukan mereka kembali

Jelaskan itu nanti, ibumu mengkhawatirkanmu
Gencar Ilyas cepat dan pasti
Tidak! Aku tak pantas hidup denganmu, dengan ibu, dengan ayah
Tolakan Intan buatnya tercengang
Merasa tak pantas
Malu yang terasa malah

Yang satu berlari menjauh
Satunya lagi mengejar lalu menjerat tangannya lagi
Tidak! Kau calon istriku! Jangan pergi lagi!
Aku tahu ini bukan salahmu. Aku mencintaimu
Intan masih membeku dalam diamnya
Allah saja maha pemaaf, aku juga akan memaafkanmu
Bertaubatlah…..
Hati yang beku meleleh haru
Perdebatan singkat itu mengembalikan Intan yang dulu

/11/
Waktu berhenti ketika Intan menampakkan wajahnya di depan ayah ibu
Tatapan panas menelusuri setiap inci tubuhnya
Dari atas kepala turun ke kaki begitu sebaliknya
Keheningan pecah saat mata saling bertemu

Wajah memerah napas tersengal tangan pun mengepal
Mereka seperti naga yang siap mengeluarkan api dari mulutnya
Ah, lampu kuning siap menyala pertanda bahaya

Barang terpental ke kanan ke kiri
Ibu menjerit ayah tak peduli
Bagaimana bisa kau berbuat itu!
Penyakit ibumu kau obati dengan uang haram!
Ilyas mencoba membela namun percuma

Satu tamparan menapak kasar di pipi si Intan
Ah, sakit, pedih hatinya
Lihat dirimu, mana jilbabmu?
Apa gunaku mengajarimu agama kalau akhirnya kau menjadi seorang pelacur!

/12/
Ibu terkejut tak percaya
Meremas dada kiri penuh kesakitan
Warna putih dominan di bola matanya
Membungkuk lalu jatuh
Tubuh tak kuasa lagi bertahan

Mirip, rekaman masa lalu diputar kembali
Mendekap di ruang ICU
Namun berbeda derita, ibu menyembunyikan satu hal
Bukan leukimia, serangan jantung  katanya

Di fajar hari dikala adzan berkumandang
Malaikat turun menjemput ibu
Takdir memanggil dan berkata, sudah waktunya6

/13/
Nafasnya terhenti
Semua alat medis telah dilepas dari tubuhnya
Histeris, Intan menjerit

Bukan, bukan karena jantungnya
Bukan juga leukimianya
Waktu itu, saat ibu jatuh pingsan
Kepalanya membentur benda sangat keras
Terjadi pendarahan di dalam otaknya

Di pemakaman itu
Nama sang ibunda tertulis rapi di atas batu  nisannya
Tempat terakhir yang menenangkan, mungkin
Intan merayap, meraih tumpukan tanah yang menyelimuti ibunda
Dipeluknya, diciumnya lagi si batu nisan
Batin tersiksa, dijajah oleh perasaan bersalah penuh dosa

/14/
Saat itu juga ayah menghilang menelan pedih
Masih, marah dan kecewa membeku dihatinya
Intan kehilangan arah saat ia menemukan sepucuk surat
Selembar kertas dari sang ayah yang tergeletak di atas meja riasnya

Setiap manusia punya cerita
Ada kalanya kita bertemu jalan yang buntu
Dan hancurkan tembok yang tinggi lebih mudah
daripada memanjatnya untuk sampai ke tempat tujuan
Namun sadarlah, saat kau menghancurkannya
Si pemilik akan marah dan membunuhmu saat itu juga7

Mengeryit kebingungan namun tetap menangis
Apa maksudnya? Ayah maafkan Intan. Jangan pergi ayah
Begitu seterusnya entah sampai kapan air mata itu akan habis
Entah sampai kapan mulutnya berhenti berkata maaf



/15/

Gila, begitu kata sebagian orang
Entah sejak kapan, si Intan menjadi penghuni rumah sakit jiwa
Tidak! Intan tidak gila! Ia hanya depresi! Ilyas selalu membantah

Dua sejoli itu seperti sepasang merpati
Dimanapun kapanpun dan sesulit apapun selalu bersama
Ilyas selalu menjenguk setiap waktu
Sambil mencari-cari ayah Intan yang hilang

Sampai pada saatnya, mawar yang layu kini kembali mekar
Cuaca buruk kini kembali cerah
Intan, bukan si gila lagi
Pelukan hangat dari seorang ayah
Lamaran kedua yang ia dapat dari pria yang sama
Rasanya seperti lepas dari kutukan yang kejam

Kini aku mengerti. Surat itu, mengajarkanku untuk selalu beristiqomah.
Terimakasih ayah


Keterangan :
1.      Q.S An-Nur ayat 31:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Hadist :
“Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226)
2.      Leukimia adalah kanker yang menyerang sumsum tulang belakang. Sumsum tulang yang normal memproduksi sel darah putih, sel darah merah, serta trombosit. Leukimia terjadi saat proses produksi yang normal ini terganggu. Gangguan tersebut akan menyebabkan terjadinya sel-sel sumsum muda yang disebut leukemic blasts. Sel leukemic blast ini kemudian akan mengalahkan jumlah sel-sel sumsum normal yang menyebabkan berkurangnya sel darah yang normal.
3.      Kemoterapi (bahasa Inggris: chemotherapy) adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.
4.      Orang yang berperan sebagai pengasuh, perantara, dan/atau pemilik pekerja seks komersial (PSK)
5.      Dolly atau Gang Dolly adalah nama sebuah kawasan lokalisasi pelacuran yang terletak di daerah Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Di kawasan lokalisasi ini, wanita penghibur "dipajang" di dalam ruangan berdinding kaca mirip etalase.
Konon lokalisasi ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara lebih besar dari Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura. Bahkan pernah terjadi kontroversi untuk memasukkan Gang Dolly sebagai salah satu daerah tujuan wisata Surabaya bagi wisatawan mancanegara.
      6.   "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati" (QS Ali Imran: 185)
      7.   - QS Al-Baqarah ayat 286 : “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan        kesanggupannya”

            - “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu (menghadapi segala kesukaran dalam mengerjakan perkara-perkara yang berkebajikan), dan kuatkanlah kesabaran kamu lebih daripada kesabaran musuh, di medan perjuangan), dan bersedialah (dengan kekuatan pertahanan di daerah-daerah sempadan) serta bertaqwalah (be fearfull of Allah The Almighty) kamu kepada Allah supaya, kamu berjaya (mencapai kemenangan).”  (QS. Al-Imran ayat 200)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar