Di bawah ini ada sebuah puisi
yang dibuat oleh teman saya yang sebelumnya telah dikirim ke salah satu website yang sedang menyelenggarakan
lomba puisi. Tetapi, ia lupa mencantumkan namanya sendiri –nama pengarang–
sebelum puisi itu dikirimkan. Sayang banget! :D hahaha...
Namanya Sofwa Ni Aishi Fijria Sya’ban, fans berat segala
hal tentang Korea (K-Pop, K-Drama, K-Blablabla...). Oh ya, katanya ini puisi esai,
beda sama puisi biasa.
Sepucuk Surat
Oleh : Sofwa Ni Aishi Fijria Sya’ban
/1/
Air matanya mulai tumpah
Bersimpuh memeluk kedua
lutut, menopang tubuhnya yang bergetar
Wanita itu, Intan namanya
Seorang gadis yang tinggal di
pelosok desa di Jawa Timur
Jeritan perih menyeruak
sampai sudut ruangan
Dilihatnya, dipeluknya
selembar kertas itu
Mengapa? Mengapa hal busuk
ini terjadi?
Mahkota ini, raga ini, telah
ku persiapkan untuknya nanti
Aku mencintainya. Ilyas, ya,
aku hanya mencintainya
Bukan lelaki bejat itu!
Terlintas ingatan saat masa
remaja dulu
Balutan kain panjang melilit
kepalanya sampai menutup dada
Tutur kata yang tetap setia
terjaga
Kaum adam memuji cantik
parasnya
Ah, prinsipnya kuat, belum
ada yang mampu mendapatkannya
Pacaran, tertancap kokoh kata
tidak dibenaknya1
Ya, seorang ayah peran
dibaliknya
Ayah sang ulama yang taat
syari’at
/2/
Minggu itu, Intan tersenyum
malu
Malu tapi pasti, ia
melantunkan suara lembutnya
Ya abi, In shaa Allah Intan
mau menjadi istri nya mas Ilyas
Ilyas, begitu katanya
Pemuda berdarah religius,
anak alm. ustad kampung sebelah
Sempat mereka satu kelas saat
SMA
Dulu mereka dijodohkan
Kedua orang tua Ilyas telah
meninggal setahun yang lalu
Dua merpati mulai bertemu
Lamaran pun sukses tanpa satu
ikatan sebelumnya
Ditentukannya hari untuk akad
nanti
Syukur haru terlontar
bercampur satu
/3/
Siluet tampak di bawah
remang-remang lampu redup
Ibu, tubuhnya melemah
Jatuh, lututnya tak kuat lagi
bertahan
Ah, lagi. Suara itu menusuk telinga
Ambulans menuntun kerapuhan
ibu
Intan, dengan tegar disamping
ibu yang tergeletak di atas dipan
Dicarinya nama ayah di kontak itu
Tak kunjung ia temui
Terlalu takut, gelisah, itu yang terasa
Abi, umi pingsan lagi.
Terkejut, marah, intan tak
percaya
Terungkap sudah kini bukan rahasia
Leukimia2 , dokter itu segera berlalu
Lidahnya kaku, air mata tak
terbendung lagi
Bersandar di sudut pintu ICU, takbir memecah seisi
ruangan
/4/
Masih, ibu masih setia disana
Menjalani kemoterapi3-nya
Berjuta harapan tertampung
penuh atas kesembuhannya
Tidak! Tidak lagi! Dompetnya
kian menipis
Tersisa koin-koin silver melati
dan garuda
Miris, keraguan menuntut
Masih ingat waktu itu, seorang
wanita bermata empat datang begitu saja
Pucuk dicinta ulam pun tiba
Lowongan pekerjaan, upah
lumayan, katanya
Kota keras, akan jadi makanan
sehari-harinya
Biarkan! Hanya kesembuhan ibu
dibenaknya
Jalan menuju akad tinggal
menghitung hari
Sempat Intan mengirim pesan
via ponselnya
Aku tahu ini tak mudah
Aku tahu ini sebentar lagi
Ya,1 minggu lagi kita akan
bersama
Tapi aku harus pergi
Entah bulan berganti sekali
atau puluhan kali itu tak pasti
Kalau mas tak kuasa
menungguku
Mas boleh mencari gadis yang
lebih baik dariku
Apapun kebahagiaanmu, aku
ikut senang
Maafkan aku mas
/5/
Penyesalan masih tertulis
Gelisah memburu, nafasnya tak
beraturan
Wanita bermata empat itu? Kamar
ini? Siapa kau?
Intan terjebak, Intan tertipu
Lelaki itu siap menerkam
kapan saja
Meronta mencakar pintu
menuntut kebebasan
Tolong…….
Tolong……..
Tamparan menghantam pipinya
Memangnya mereka akan
menolongmu? Bodoh kau perempuan jalang!
Kata-kata itu meneror setiap
malam
Diikat kedua tangannya
Dirobeknya semua pakaian
Berontak mencoba melawan
Tamparan....
Siksaan….
Hinaan….
Menjadi tema malam itu
Tragis, Intan sudah tak
perawan lagi
Basah, selimutnya basah oleh
air mata
Namun Intan masih bersembunyi
di dalamnya tanpa sehelai benang
Wanita bermata empat itu, Martina
Mucikari4 di pemukiman prostitusi ternama di
Surabaya, Gang Dolly5 namanya
Kotor! Aku kotor! Tuhan,
adilkah Engkau memberi cobaan pahit seperti ini?
/ 6 /
Amukan Intan meledak
mendobrak pintu kamar mucikari itu
Dasar kau pembohong!
Allah tidak akan memaafkanmu!
Bebaskan aku!
Singa mengaum tepat di depan
wajah Martina
Kepalan tangan Intan mendarat
Menjambak kasar,
Apa yang ia rasakan tadi
telah terbalaskan
Intan hanyalah Intan
Wanita lemah yang terjebak di
dunia laknat
Digusurnya kembali ke kamar
Dikurungnya Intan seperti
anjing liar yang habis memangsa
Sayang, kau ingin pulang ya?
Dan kau pikir aku akan
membebaskanmu?
Mana mungkin bodoh!
Hahahahaha..
Hahaha…
Pedas, lidahnya membakar
Hanya bisa menangis
Melawan tatapan bengis
Hatinya terkoyak penuh luka
Dilihatnya lagi selembar
kertas itu
Dua bait puisi yang selalu
mengingatkannya kepada Ilyas
Dua bait puisi yang
diterimanya di hari lamaran yang terhias
Dua bait puisi yang
memanggilnya untuk kembali
Penyakit ibu yang kian
memburuk
Ayahnya menyimpan harapan
pada Intan
Mengirimkan uang sebanyak
mungkin untuk pengobatan
Tak banyak yang bisa ia
lakukan
Urung niatnya untuk pulang
/7/
Setahun sudah hidup diantara
setan-setan Dolly
Intan, penampilan wanita
solehah tak lagi tergambar
Rokok, ganja, yang paling mengerti hidupnya
Menjajakan tubuhnya bukan
lagi perkara
Kanan kiri depan belakang
Berebut mendapat pasangan
Musim kawin tiap waktu bisa
dibilang
Seratus dua ratus mengalir
dari dompet sang hidung belang
Tak terdengar sirine, tak
terlihat lampu-lampu kuning
Semua terpaku membeku
Puluhan mata menyambar ke
arah barat daya
Melihat segerombolan orang
yang mulai mendekat
Bakar..!!
Hancurkan..!!
Bantai kemaksiatan.!!
Allaahu Akbar..!!!
Massa tak tertahan
Kerikil berlarian meluncur
laksana puluhan peluru
Menyerang kumpulan anjing
pembuat dosa
Takbir tak henti menyambar
/8/
Tak banyak tersorot media
Yang lain sibuk memuja dua
kubu
Yang satu koalisi merah putih
Satunya lagi Indonesia bisa
Berbondong-bondong berebut
jabatan
Sembunyi, Intan butuh
perlindungan
Ingin pergi namun tak kuasa
Tempat ini telah memberinya
banyak uang
Ibu pun bisa berobat
karenanya
Sama-sama metropolitan
Sama-sama kota besar
Namun berbeda kisah dan
perhatian
Ah, masih saja, dua calon
jadi buah bibir
Kemana SBY? Dimana SBY? Lihat
kami rakyat kecil disini
Surabaya, terbilang jauh dari
ibukota
Mencari perhatian kepada
orang-orang tuli berdasi
Hanya menguras waktu dan
emosi
Rentetan massa menghujam Dolly
Gusur sekarang!!
Bubarkan sekarang!!!
Pengeras suara itu menerjang
daun telinga
Dolly resah mengemis, kukuh
keras akan keutuhan buminya
/9/
Mereka tak salah
Kami yang salah
Ah, tidak, kami hanya ingin
tinggal
Tak bisa berbuat dengan
ijazah putih biru
Hanya tubuh ini yang bisa
menciptakan ratusan ribu
SDM memang buruk kemiskinan
tak berujung
Indonesia butuh kualitas
bukan kuantitas
Indonesia kaya alam tak
berarti harus tergantung padanya
Pendidikan hanya mengikuti
tren negara maju
Tak mempertimbangkan kultur dan budaya
Apalah NKRI kalau
kesejahteraan masih di angan
Hanya berujung menjual diri
Pemerintah mulai mendengar
seruan massa
Petugas berseragam hijau
mulai bergerak
Mendobrak setiap pintu kamar
Menangkap bagai menjaring ikan-ikan
di laut
/10/
Tak tahu kapan ini dimulai
Intan lari menjauhi Dolly dengan genggaman erat di tangan kanannya
Masih transparan Intan menebak sambil terus menggusur kedua kakinya
Siapa kau?
Mau apa kau?
Wajah penuh tanda tanya mengharap jawab
Melepas paksa tangan yang mengekang
Pria itu berbalik seperti kejutan hari ulang tahun
Intan tak berkedip bahkan nafas pun sempat terhenti
Harus sedih atau senang Intan tak tahu
Mulut menganga, mirip idiot mungkin
Dua tangan kekar menopang bahu Intan yang lemah
Mata tajam itu memasung kedua bola matanya yang penuh luka
Ya, Ilyas ternyata, langit mempertemukan mereka kembali
Jelaskan itu nanti, ibumu mengkhawatirkanmu
Gencar Ilyas cepat dan pasti
Tidak! Aku tak pantas hidup
denganmu, dengan ibu, dengan ayah
Tolakan Intan buatnya
tercengang
Merasa tak pantas
Malu yang terasa malah
Yang satu berlari menjauh
Satunya lagi mengejar lalu
menjerat tangannya lagi
Tidak! Kau calon istriku!
Jangan pergi lagi!
Aku tahu ini bukan salahmu.
Aku mencintaimu
Intan masih membeku dalam
diamnya
Allah saja maha pemaaf, aku
juga akan memaafkanmu
Bertaubatlah…..
Hati yang beku meleleh haru
Perdebatan singkat itu
mengembalikan Intan yang dulu
/11/
Waktu berhenti ketika Intan
menampakkan wajahnya di depan ayah ibu
Tatapan panas menelusuri
setiap inci tubuhnya
Dari atas kepala turun ke
kaki begitu sebaliknya
Keheningan pecah saat mata
saling bertemu
Wajah memerah napas tersengal
tangan pun mengepal
Mereka seperti naga yang siap
mengeluarkan api dari mulutnya
Ah, lampu kuning siap menyala
pertanda bahaya
Barang terpental ke kanan ke kiri
Ibu menjerit ayah tak peduli
Bagaimana bisa kau berbuat itu!
Penyakit ibumu kau obati dengan uang haram!
Ilyas mencoba membela namun percuma
Satu tamparan menapak kasar di pipi si Intan
Ah, sakit, pedih hatinya
Lihat dirimu, mana jilbabmu?
Apa gunaku mengajarimu agama kalau akhirnya kau menjadi seorang pelacur!
/12/
Ibu terkejut tak percaya
Meremas dada kiri penuh kesakitan
Warna putih dominan di bola matanya
Membungkuk lalu jatuh
Tubuh tak kuasa lagi bertahan
Mirip, rekaman masa lalu
diputar kembali
Mendekap di ruang ICU
Namun berbeda derita, ibu menyembunyikan
satu hal
Bukan leukimia, serangan
jantung katanya
Di fajar hari dikala adzan
berkumandang
Malaikat turun menjemput ibu
Takdir memanggil dan berkata,
sudah waktunya6
/13/
Nafasnya terhenti
Semua alat medis telah
dilepas dari tubuhnya
Histeris, Intan menjerit
Bukan, bukan karena
jantungnya
Bukan juga leukimianya
Waktu itu, saat ibu jatuh
pingsan
Kepalanya membentur benda
sangat keras
Terjadi pendarahan di dalam
otaknya
Di pemakaman itu
Nama sang ibunda tertulis
rapi di atas batu nisannya
Tempat terakhir yang
menenangkan, mungkin
Intan merayap, meraih
tumpukan tanah yang menyelimuti ibunda
Dipeluknya, diciumnya lagi si
batu nisan
Batin tersiksa, dijajah oleh
perasaan bersalah penuh dosa
/14/
Saat itu juga ayah menghilang
menelan pedih
Masih, marah dan kecewa
membeku dihatinya
Intan kehilangan arah saat ia
menemukan sepucuk surat
Selembar kertas dari sang
ayah yang tergeletak di atas meja riasnya
Setiap manusia punya cerita
Ada kalanya kita bertemu
jalan yang buntu
Dan hancurkan tembok yang
tinggi lebih mudah
daripada memanjatnya untuk
sampai ke tempat tujuan
Namun sadarlah, saat kau
menghancurkannya
Si pemilik akan marah dan
membunuhmu saat itu juga7
Mengeryit kebingungan namun
tetap menangis
Apa maksudnya? Ayah maafkan Intan.
Jangan pergi ayah
Begitu seterusnya entah
sampai kapan air mata itu akan habis
Entah sampai kapan mulutnya
berhenti berkata maaf
/15/
Gila, begitu kata sebagian
orang
Entah sejak kapan, si Intan
menjadi penghuni rumah sakit jiwa
Tidak! Intan tidak gila! Ia
hanya depresi! Ilyas selalu membantah
Dua sejoli itu seperti
sepasang merpati
Dimanapun kapanpun dan
sesulit apapun selalu bersama
Ilyas selalu menjenguk setiap
waktu
Sambil mencari-cari ayah Intan
yang hilang
Sampai pada saatnya, mawar
yang layu kini kembali mekar
Cuaca buruk kini kembali
cerah
Intan, bukan si gila lagi
Pelukan hangat dari seorang
ayah
Lamaran kedua yang ia dapat
dari pria yang sama
Rasanya seperti lepas dari
kutukan yang kejam
Kini aku mengerti. Surat itu,
mengajarkanku untuk selalu beristiqomah.
Terimakasih ayah
Keterangan :
1. Q.S An-Nur ayat 31:
Katakanlah kepada wanita
yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,
atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat
wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Hadist :
“Demi Allah, sungguh jika
kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih
baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dan
Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226)
2. Leukimia adalah kanker yang menyerang sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang yang normal memproduksi sel darah putih, sel darah merah, serta
trombosit. Leukimia terjadi saat proses produksi yang normal ini terganggu.
Gangguan tersebut akan menyebabkan terjadinya sel-sel sumsum muda yang disebut
leukemic blasts. Sel leukemic blast ini kemudian akan mengalahkan jumlah
sel-sel sumsum normal yang menyebabkan berkurangnya sel darah yang normal.
3. Kemoterapi (bahasa Inggris: chemotherapy) adalah penggunaan
zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya,
istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang
digunakan untuk merawat kanker.
5.
Dolly atau Gang
Dolly adalah nama sebuah
kawasan lokalisasi pelacuran yang terletak di daerah Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Di
kawasan lokalisasi ini, wanita penghibur "dipajang" di dalam ruangan
berdinding kaca mirip etalase.
Konon lokalisasi
ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara lebih besar dari Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura.
Bahkan pernah terjadi kontroversi untuk memasukkan Gang Dolly sebagai salah
satu daerah tujuan wisata Surabaya
bagi wisatawan mancanegara.
6. "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati" (QS Ali Imran: 185)
7. -
QS Al-Baqarah ayat 286 : “Allah
tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
- “Wahai
orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu (menghadapi segala kesukaran dalam
mengerjakan perkara-perkara yang berkebajikan), dan kuatkanlah kesabaran kamu
lebih daripada kesabaran musuh, di medan perjuangan), dan bersedialah (dengan
kekuatan pertahanan di daerah-daerah sempadan) serta bertaqwalah (be fearfull
of Allah The Almighty) kamu kepada Allah supaya, kamu berjaya (mencapai
kemenangan).” (QS. Al-Imran ayat 200)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar