“Roti Isi Kacang”
Oleh : Aris Rizka Fauzi
Beberapa
hari ini, Reno sering menjauh dari teman-temannya. Ia sekarang lebih senang
menghabiskan waktu istirahat di dalam kelas sambil menyantap roti isi kacang
kesukaannya.
Di
lain pihak, teman-temannya sedang sibuk membantu Tony untuk ‘pdkt’ dengan seorang
perempuan yang ditaksir olehnya. Tony adalah teman masa kecil Reno, kelas
mereka berdua bersebelahan. Karena Reno sekarang jarang berkumpul dengan
teman-temannya, maka ia pun tidak tahu tentang Tony dan perempuan yang
disukainya tersebut. Ia hanya tahu bahwa sekarang Tony sedang menyukai
seseorang karena ia pernah diajak bergabung untuk membantu ‘tetangganya’ itu
mendapatkan gadis yang sedang diincar olehnya. Namun, Reno tidak ikut serta dalam
rencana teman-temannya tersebut. Reno punya alasan tertentu.
“Kalo
dia bisa dapetin gebetannya, kenapa gue enggak? Gue juga sekarang lagi pdkt
sama dia,” ucap Reno dalam hati sambil melirik Laila, teman sekelasnya yang ia
sukai. Dialah alasan mengapa ia sekarang sering berada di kelas dan tidak ikut
serta membantu Tony.
“Ren,
keluar, dong! Lo di kelas terus dari tadi, kumpul bareng kita, dong!” ajak Tony
dari balik jendela. Sebenarnya ia ingin minta bantuan kepada Reno untuk lebih
dekat dengan perempuan yang disukainya itu.
“Iya,
nanti gue gabung, kok. Gue lagi sibuk, nih.”
“Gak
asik, ah! Sekarang lu mainnya sama cewek terus.”
“Serius,
gue masih ada tugas yang belum selesai. Makanya gue minta bantuan sama
anak-anak cewek,” itu hanya modus.
Reno
tidak tahu bahwa sebenarnya Tony melihat kedekatannya dengan Laila akhir –
akhir ini. Ia pun tidak mengetahui gadis mana yang sedang ditaksir oleh Tony.
Walaupun mereka berteman sejak kecil, tapi mereka jarang membicarakan hal yang
bersifat pribadi.
***
“Hallo...
ini Reno?” terdengar suara perempuan dari ujung telepon ketika Reno mengangkat
telepon genggamnya.
Reno
diam sesaat karena tidak mengenal nomor telepon tersebut. Ia pun akhirnya
menjawab, “Iya, ini siapa?”
“Masa
gak kenal, sih? Haha...”
“Mmm...
Laila?” jawab Reno sedikit ragu.
“Iyaa...!
Kamu hebaaatt...! Kok, kamu bisa tahu, gimana caranya?”
“Bisa,
dong! Mana mungkin aku lupa suara kamu? Kita kan sekelas, sering ngobrol bareng
lagi. Ada apa? Kangen, ya?”
“Ihh...
GR banget kamu! Tapi emang bener, sih... hehe”
Reno
tak melepas ponsel itu dari telinganya sampai hampir satu jam. Mereka berdua
bercakap-cakap dengan sangat akrab, seperti pasangan jarak jauh yang akhirnya
bisa berkomunikasi kembali setelah sekian lama. Bedanya, mereka baru berpisah
sepulang sekolah tadi siang, dan mereka bukan sepasang kekasih. Ia menunggu
Laila yang mengakhiri percakapan itu karena ia merasa sangat senang bisa
mengobrol dengan Laila malam itu, walau hanya di telepon.
***
Akhirnya waktu istirahat kali ini Reno keluar
dari kelasnya. Ia tampak seperti beruang yang baru keluar dari gua
persembunyiannya setelah berhibernasi begitu lama. Tidak berbeda jauh seperti
beruang itu, ia juga sekarang hendak mencari makanan. Tujuannya tentu saja
kantin.
Tampak
siluet seseorang di pojok kantin dekat bungkusan-bungkusan roti isi kacang yang
baru datang siang ini, Reno mengenalinya, ia adalah Tony.
“Hei,
ngapain lu duduk di sini sendirian?” tanya Reno yang kemudian duduk di samping
Tony sembari membuka bungkus roti isi kacang yang baru saja ia beli.
“Widiihh...
si beruang akhirnya keluar juga. Lagi nunggu pesanan, dari tadi belum datang
juga.”
“Gimana
kabar lu sama gebetan lu yang misterius itu? Hehe..” tanya Reno sedikit
tertawa.
“Misterius
apanya? Lu aja yang kurang up to date,
hahaha..” kali ini tawa Tony yang lebih lebar mengalahkan tawa Reno sebelumnya.
Ia senang bahwa Reno ternyata belum tahu siapa perempuan yang disukainya.
“Iya,
deh...” jawab Reno singkat.
”Nah..
ini dia burger pesanan gue. Akhirnya
datang juga,” sambil menaruh burger itu di depan roti isi kacang milik Reno.
Seakan telah dimulai pertarungan antara roti isi kacang vs ‘roti isi daging’.
“Kalo
gue sih udah makin deket sama gebetan gue, tinggal nembak aja,” Reno tersenyum yakin.
“Ya
sudah, kalo nanti kita udah jadian sama gebetan masing-masing, kita double date aja, gimana?”, Tony seakan
menantang Reno.
“Oke,
siip...”
***
Sudah dua malam Reno tidak SMS-an atau mengobrol lewat
telepon dengan Laila seperti biasanya. Entah mengapa, Laila akhir-akhir ini
agak sedikit menjauh darinya. Terakhir ia mengobrol lewat telepon, Reno
mengatakan bahwa ia suka kepada Laila. Sebelum Laila mengatakan sesuatu,
tiba-tiba Reno bilang bahwa ia hanya sekedar bercanda dan langsung tertawa
tanpa menghiraukan respon apa yang akan diberikan oleh Laila.
Padahal,
Laila sudah menunggu hal itu sejak lama. Ia menyimpan harapan besar bahwa Reno,
mempunyai perasaan yang lebih dari sekedar teman biasa kepadanya. Namun,
setelah percakapan itu, Laila merasa perasaannya sudah dipermainkan selama ini
olehnya. Sebenarnya, Reno tidak ingin menyatakan perasaannya pada saat itu. Ia
ingin menunggu momen yang lebih tepat agar Laila tidak melupakan saat itu.
Bel
pulang telah berbunyi dari tadi. Laila sedang duduk di bangku taman dekat
halaman sekolah. Reno lalu menghampiri Laila.
“Hei,
kamu kok jarang bales SMS aku, sih? Aku telepon juga tak pernah diangkat.”
“Memangnya
ada hal penting apa yang ingin kamu bicarakan? Kalo sekarang, aku lagi sibuk,”
kata Laila dengan sedikit sinis. Ia masih kecewa dengan Reno yang menyatakan
suka kepadanya, tetapi ia malah meralat pernyataan itu. Sekarang, Reno hanyalah
teman biasa baginya. Laila mencoba untuk melupakan perasaannya kepada Reno,
lelaki yang memberinya harapan, namun palsu.
“Aku
mau minta maaf soal tempo hari. Waktu itu aku bilang aku bercanda bahwa aku
menyukaimu. Sebenarnya, aku memang benar-benar menyukaimu.”
“Lalu,
kenapa waktu itu─”
“Aku
takut! Aku takut perasaanmu hanya sebatas teman denganku! Tetapi, kali ini aku
tak peduli apapun jawabanmu. Aku suka kamu, Laila!” Reno memotong sebelum Laila
selesai bertanya.
Laila
kaget dengan apa yang didengarnya barusan. Ternyata perasaannya tidak bertepuk
sebelah tangan. Reno memang menyukainya! Namun, hal itu sudah tidak berarti lagi
baginya. “Maaf, aku tak bisa. Kamu terlambat. Maafkan aku!”
“Aku
kira kamu juga─”
“Iya,
itu dulu! Sebelum kamu melontarkan lelucon yang sama sekali tak lucu bagiku!”
matanya terlihat berkaca-kaca. Ia sedih dan kecewa.
“Maaf,
aku memang bodoh. Ya, aku terlalu bodoh,” Reno tampak begitu putus asa. Ia
mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sambil mencoba tersenyum, ia
memberikannya kepada gadis yang telah membuatnya patah hati itu. “Aku hanya
ingin menunggu saat yang istimewa untuk menyatakan perasaanku kepadamu. Tapi,
aku harap kamu masih mau untuk menerima benda ini. Selamat ulang tahun, Laila!”
Laila
terkejut, ia bahkan lupa hari ini hari ulang tahunnya. Sambil mengusap air
mata, ia pun menerima hadiah itu dengan perlahan, sebuah kado yang dibungkus
kurang rapi berbentuk kotak yang tidak begitu besar.
“Buat
apa kamu menunggu saat istimewa untuk mengungkapkan perasaan, jika saat itu
kamu bisa melakukannya? Bagiku, setiap saat akan terasa istimewa setelah aku
tahu kepastian darimu, kepastian bahwa kamu juga menyukaiku.”
Mereka
berdua diam membisu. Sore itu pun menjadi hening.
“Hei,
rupanya kamu di sini! Maaf aku terlambat. Selamat ulang tahun!” tiba-tiba
seseorang datang dari arah belakang. Ia membawa bunga dan sekotak cokelat,
dipelukannya ada sebuah boneka beruang berwarna merah muda. “Eh, ada kamu juga,
Ren?”
“Ehh─”
Reno tak menyangka bahwa Tony akan muncul di saat seperti ini.
“Kenalkan,
ini pacarku,” kata Laila sambil menarik Tony duduk di sampingnya.
“Ka-kami
sudah kenal, kok.”
“Iya,
Reno dan aku sudah berteman sejak kecil,” sambung Tony sambil duduk di sebelah
Laila di sisi yang lain. “Oh ya, mana pacar barumu? Sekarang, kita bisa double date, nih!” seru Tony dengan
bersemangat tanpa tahu apa yang telah terjadi barusan.
“Dia
menolakku, mungkin lain kali saja,” ia menatap Laila yang terlihat begitu
merasa bersalah.
“Ahh,
nanti gue bantu nyari yang lain, deh!” hibur Tony.
“Ton,
ayo kita pulang! Udah sore,” ajak Laila tidak sabar. Mereka berdua lalu
berpamitan.
“Iya,
kalian duluan saja. Selamat ya buat kalian berdua!”
“Thanks, Ren! Duluan, ya!” sahut Tony
sambil meninggalkan Reno.
Sore
itu, ia melihat sepasang kekasih yang berjalan berdua meninggalkan dirinya yang
masih duduk di bangku taman. Seorang dari mereka adalah sahabat masa kecilnya,
dan seorang lagi adalah gadis yang pernah ia sukai, mungkin juga masih
disukainya. Ia tak pernah menyangka bahwa selama ini Laila adalah orang yang
disukai oleh Tony. Tony lebih berani tentang perasaannya, ia menyatakan
perasaannya kepada Laila di saat Laila tak mendapat kepastian yang jelas dari
Reno. Tentu saja Laila tak ingin menyakiti perasaan orang yang telah menyatakan
isi hatinya dengan tulus kepadanya demi menunggu harapan yang tak pasti dari
orang lain. Laila pun menerima Tony. Mungkin itulah alasan mengapa Laila
menjauh dari Reno.
Reno
sungguh menyesal telah melakukan hal bodoh, melewatkan kesempatan besar yang
mungkin tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya.
“Aku
memang pengecut! Aku hanya roti isi kacang yang menyimpan ‘isinya’ di dalam,
mana mungkin orang bisa tahu apa sebenarnya yang ada di dalam roti ini? Beda
dengan ‘roti isi daging’, ia berani memperlihatkan ‘isinya’ sehingga orang tahu
ada apa di dalamnya,” ia bergumam di dalam hati menyesali perbuatannya dan
mengakui kekalahannya dari Tony, si ‘roti isi daging’─burger.
Bayangan
mereka telah hilang, yang ada hanya warna merah di langit sore dan matahari
yang akan segera tenggelam. Ia berdiri dari bangku dan hendak meninggalkan
taman itu. Sesuatu terjatuh, kotak kecil yang terlihat lebih besar karena
bayangannya yang memanjang. Rupanya, Laila lupa membawa hadiah dari Reno.
Kadonya tak mungkin terlihat di balik boneka besar dan beberapa tangkai bunga
mawar itu. Ia mengambil kado itu, isinya adalah sesuatu yang ia buat sendiri. Reno
ingin menyimpannya, ia ingin menjadikannya sebuah kenangan bahwa ia pernah
menyukai seseorang dengan sangat tulus. Setelah kejadian itu, ia tak ingin
mengulangi kesalahannya lagi dan berusaha menjadi lebih berani untuk
mengungkapkan perasaannya, meski ia masih mengharapkan Laila jauh di hati
kecilnya.
Karena
berharap itu wajar. Kita hanya tinggal mewujudkan harapan itu. Jika sulit untuk
terwujud, buatlah harapan baru dan coba lagi untuk mewujudkannya. Tak perlu
menunggu momen istimewa itu datang, buatlah setiap saat itu istimewa. Karena
setiap momen dalam hidup ini adalah istimewa.
kerenn :-D
BalasHapushaha, makasih.. :-D
BalasHapus